Senin, 13 Mei 2013

Kalianget, Ujung Timur Madura Penghasil Sejuta Garam

Old church in Kalianget
By : Alfons RF
Kota Tua Kalianget merupakan salah satu kota modern pertama di Pulau Madura. Kota ini di bangun pada masa VOC dan diteruskan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Kalianget di kembangkan menjadi kota yang modern dikarenakan letaknya yang sangat strategis dan merupakan bandar pelabuhan tersibuk di selat Madura. Pelabuhan tertua di Sumenep adalah pelabuhan Kertasada, lataknya sekitar 10 km dari pusat kota Sumenep. Ketika Sumenep jatuh ke tangan VOC pada tahun 1705, VOC mulai membangun sebuah benteng yang terletak di Kalianget barat, namun dikarenakan posisinya yang kurang strategis dan berbatasan langsung dengan laut selat Madura, Benteng tersebut urung dibangun, maka oleh masyarakat sekitar daerah tersebut dikenal dengan nama "Loji Kantang" .
Lukisan tua di dalam pabrik garam
Kongsi dagang tersebut tak kehilangan akal, akhirnya pihak VOC pun membangun Benteng di daerah Kalimo'ok dikarenakan lokasinya yang cenderung tinggi dari lingkungan sekitar. Benteng tersebut dibangun pada tahun 1785. Seiring dengan dibangunnya daerah pertahanan tersebut, pemukiman-pemukiman orang Eropa mulai menyebar di daerah Marengan dan Pabean, hal tersebut bisa kita lihat pada model arsitertur bangunan penduduk setempat yang cenderung terpengaruh kebudayaan Indisch. Kebudayaan Indisch sendiri di Indonesia berkembang pada abad 17-18.
Setelah kongsi dagang VOC dibubarkan, maka Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan dari kongsi dagang tersebut dalam berbagai hal termasuk juga dalam pengelolaan lahan Pegaraman yang ada di Sumenep. Untuk memperkuat posisi ekonomi dan politik pemerintah Hindia-Belanda di Sumenep, maka pada tahun 1899, pihak pemerintah membangun Pabrik Garam Briket Modern, pertama di Indonesia. Disinilah berbagai fasilitas pendukung industri tersebut dibangun. Tak hanya bangunan pabrik, fasilitas listrik yang terpusat di Gedung Sentral, Lapangan Tenis, Kolam renang, Bioskop, Taman Kota, hingga pemukiman bagi pegawai dan karyawan mulai tersebar di kawasan ini. Hal ini sebagai bukti bahwa pemerintah Hindia - Belanda kala itu dengan kuatnya memonopoli hasil garam yang ada di Madura.
Petani garam Kalianget pada zaman penjajahan
Tak hanya itu, sebagai sarana pendukung pendistribusian hasil garam, dahulu fasilitas transportasi berupa trem uap, dan pelabuhan juga di sediakan di kawasan ini. Namun, trem uap sudah tidak beroperasi lagi lantaran dianggap sebagai produk dari penjajah.

Saat ini, kota Kalianget banyak dikunjungi wisatawan dari Belanda yang masih memiliki keterikatan emosi dengan kota ini. Bisa jadi, mereka dilahirkan di Kalianget, atau bisa jadi pula ayah, ibu atau kakek-nenek mereka pernah bekerja dalam waktu yang lama di pabrik garam Kalianget. Perumahan peninggalan Belanda masih banyak yang terawat dan dihuni dengan baik. Namun, bangunan pabrik garam dan gudangnya sudah tidak bisa dipertahankan. Hanya sebagian saja yang masih bisa difungsikan sebagai gedng perkantoran.

Selain di Kalianget, operasional pabrik garam peninggalan Belanda ini juga terdapat di Sampang, tepatnya di kecamatan Torjun, desa Krampon. Perumahan dinas karyawan pabrik garam Belanda masih banyak yang terawat dengan baik di desa Krampon ini.
"Almost every year, me and my family go to Indonesia. Krampon is a almost my favorite small village to come, " tutur Franssenft seorang wisatawan asing dari Belanda.
"My father was lived in Krampon until 1948. My big brother was born here. I love Madura, Kalianget, and Krampon," sambung Franssenft yang mendampingi Margrett, 30 tahun yang bapaknya dilahirkan di Pamekasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar